Kamis, 08 Desember 2016

Sosiologi Pembangunan



Proses Industrialisasi Pada Negara Islam ( Studi Kasus Jepang)

MAKALAH

Disusun Guna Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Sosiologi Pembangunan
Dosen Pengampu : Ahmad Faqih

Disusun Oleh:

Muhammad Marzuki               (1501046012)


PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN WALISONGO SEMARANG
2016








BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Diskusi ini merupakan sebuah overview mengenai perubahan sosial yang terjadi sebagai konsekuensi dari proses industrialisasi dalam kehidupan masyarakat di negara sedang berkembang. Yang hendak disajikan bukan hanya deskripsi tentang manfaat industrialisasi dalam memacu pertumbuhan ekonomi, dan juga bukan sekedar diskusi teoritis tentang kaitan antara investasi, perkembangan teknologi dan peningkatan sumberdaya manusia dalam proses industrialisasi itu sendiri. Lebih dari itu, diskusi ini merupakan sebuah telaah kritis tentang masalah-masalah krusial yang berkembang dalam masyarakat sebagai konsekuensi dari proses industrialisasi, terutama yang secara riil dihadapi oleh para pengambil keputusan dan para praktisi. Telaah kritis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi usaha untuk mengarahkan proses industrialisasi dalam bentuk perencanaan dan implementasi pembangunan yang sesuai dengan kebutuhandan kepentingan masyarakat.[1]
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dan tujuan indusrialisasi?
2.      Apa saja faktor pedukung dan penghambat industrialisasi?
3.      Bagaimana Strategi industrialisasi?
4.      Bagaimana studi kasus industrialisasi di Negara Jepang ?







BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian dan Tujuan Industrialisasi
1.      Definisi indutrialisasi
Industrialisasi merupakan suatu proses interkasi antara perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dan perdagangan dunia untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi.
Industrialisasi merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Hanya beberapa Negara dengan penduduk sedikit & kekayaan alam meilmpah seperti Kuwait & libya ingin mencapai pendapatan yang tinggi tanpa industrialisasi.
Menurut Teguh (2010:4) pengertian industri adalah kumpulan perusahaan yang mengasilkan barang yang sejenis yang mempunyai nilai tambah seperti mengelola barang mentah menjadi barang jadi yang siap konsumsi yang lebih bernilai dengan tujuan pembentukan pendapatan.
Menurut Swastha dan Sukotjo (2002) sebuah industri biasanya digambarkan dengan sutau tempat yang terdapat banyak pabrik atau banyak perusahaan yang mengolah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi atau mengolah bahan setengah jadi menjadi bahan jadi, ataupun mengolah bahan jadi menjadi bahan yang mempunyai nilai tambah.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa industri adalah kumpulan perusahaan yang memproduksi barang sejenis atau homogen, perusahaan tersebut mengolah barang mentah menjadi barang jadi yang mempunyai nilai tambah.
Menurut Tambunan (2003:249) industrialisasi merupakan suatu proses interaksi antara pengembangan teknologi, inovasi, spesialisasi produksi dan perdagangan antarnegara yang pada akhirnya sejalan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, mendorong perubahan struktur ekonomi di banyak Negara, dari yang tadinya berbasis pertanian menjadi berbasis industri. pertanian menjadi berbasis industri.
BPS (2011) membedakan skala industri menjadi 4 lapisan berdasarkan jumlah tenaga kerja per unit usaha, diantaranya Industri Besar, berpekerja 100 orang atau lebih. Industri Sedang, berpekerja 20 sampai 99 orang. Industri Kecil, berpekerja 5 sampai 19 orang. Industri Rumah Tangga, berpekerja < 5 orang, industri rumah tangga
Dasar kriteria yang digunakan BI adalah besar kecilnya kekayaan (assets) yang dimiliki. Klasifikasinya berdasarkan penetapan pada tahun 1990 yaitu Perusahaan besar, perusahaan yang memiliki asset (tidak termasuk nilai tanah dan bangunan) ≥ Rp 600 juta serta perusahaan kecil, perusahaan yang memiliki asset (tidak termasuk nilai tanah dan bangunan) < Rp 600 juta.[2]
Perkembangan Sektor Industri Manufaktur diklasifikasikan:
1.      Industri primer/hulu yaitu mengolah output dari sektor pertambangan (bahan mentah) menjadi bahan baku siap pakai untuk kebutuhan proses produksi pada tahap selanjutnya
2.      Industri sekunder/manufaktur yang mencakup: industri pembuat modal (mesin), barang setengah jadi dan alat produksi, dan industri hilir yang memproduksi produk konsumsi
2.      Tujuan industrialisasi
a.       Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi
b.      Mengolah bahan setengah jadi menjadi bahan jadi, ataupun mengolah bahan jadi menjadi bahan yang mempunyai nilai tambah.
c.       Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, mendorong perubahan struktur ekonomi di banyak Negara, dari yang tadinya berbasis pertanian menjadi berbasis industri. pertanian menjadi berbasis industri.


B.     faktor pedukung dan penghambat industrialisasi
1.      Faktor Pendukung Industrialisasi
Faktor pendukung industrialisasi (perbedaan intesitas dalam proses industrialisasi antar negara) :
a.       Kemampuan teknologi dan inovasi
b.      Laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita
c.       Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri. Negara yang awalnya memiliki industri dasar/primer/hulu seperti baja, semen, kimia, dan industri tengah seperti mesin alat produksi akan mengalami proses industrialisasi lebih cepat
d.      Besar pangsa pasar DN yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk. Indonesia dengan 200 juta orang menyebabkan pertumbuhan kegiatan ekonomi
e.       Ciri industrialisasi yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap implementasi, jenis industri unggulan dan insentif yang diberikan.
f.       Keberadaan SDA. Negara dengan SDA yang besar cenderung lebih lambat dalam industrialisasi
g.      Kebijakan/strategi pemerintah seperti tax holiday dan bebas bea masuk bagi industri orientasi ekspor.
2.      Faktor Penghambat Industrialisasi
penyebab kegagalan lebih mengarah pada belum adanya pengalaman yang memadai baik tentang bisnis/usaha yang dijalankannya dan manajerial atau juga kompetensi dalam bisnis/usaha itu. Beberapa faktor penyebab yang menjadikan usaha industri mengalami kegagalan. Ada empat faktor seperti berikut :
a.        Kurang pengalaman (Inesperience)
Lingkungan bisnis yang sangat dinamis itu menuntut setiap pengelola usaha besar atau kecil untuk selalu tanggap dengan jalan mengantisipasi setiap perubahan yang terjadi begitu amat cepatnya. Perubahan pola-pola kebiasaan masyarakat dalam berpakaian, mode, dan seterusnya, harus ditanggapi pula oleh pengusaha dengan merubah pola produksi dan ragam barang yang kelak akan dipasarkan. Lemahnya manajemen sering kali melengkapi ketiadaan pengalaman manajerial suatu unit usaha kecil dalam menghadapi perubahan ini.

b.       Kemampuan berhubungan
Faktor ini juga merupakan penyebab rusaknya usaha industri kecil. Pengusaha suatu unit usaha sudah seharusnya tidak hanya memiliki kemampuan teknis, namun juga harus memiliki kemampuan memandang secara konseptual bidang usahanya dalam menatap dan mengantisipasi masa depan. Kebanyakan pengusaha kecil kita masih berkutat dan terlalu berkonsentrasi pada fungsi utama sebagai pengusaha dengan mengandalkan kemampuan teknis, sementara fungsi lainnya untuk menjalin hubungan dengan rekan bisnis, relasi, dan semacamnya hanya dilakukan ala kadanya. Dengan kata lain, pengusaha kecil di Indonesia masih belum dapat memanfaatkan fungsi primer lain di luar fungsi penguasaan teknis brusaha. Hal ini berdampak negative bagi pengembangan usaha.

c.       Lokasi Tidak Strategis
Lokasi yang tidak strategis merupakan salah satu penyebab rendahnya daya jual industry kecil. Biasanya lokasi-lokasi usaha yang strategis sudah lebih dahulu dikuasai oleh pengusaha-pengusaha besar. Di samping itu, pengusaha kecil sering kurang berpikir rational dan sama sekali tidak mempertimbangkan keuntungan-keuntungan ekonomi bagi pemilihan lokasi. Dimana ada tempat untuk berteduh, di situ para pengusaha kecil menggelar dagangannya.

d.      Daya saing
Persaingan akan timbul pada suatu wilayah bersaing untuk dapat memperoleh pangsa pasar dan kesempatan (market and opportunity share). Keunggulan daya saing wilayah akan tercipta jika wilayah tersebut memiliki kompetensi inti (core competence) yang dapat dibedakan dari wilayah lain. Sehingga perumusan visi dan misi yang spesifik, unik, tepat dan akurat akan mendorong suatu wilayah meraih keunggulan daya saing yang berkelanjutan, pertumbuhan wilayah, serta meningkatkan nilai tambah melalui pengembangan produk-produk unggulan. Maka kesempatan bersaing dapat digali secara mandiri.[3]

C.     Strategi industrialisasi
1.      Strategi Internal
Siasat bisnis bukan berarti keberhasilan dengan cara menghancurleburkan segala yang mengahadang didepan kita, melainkan dengan cara mensiasati persoalan dengan tetap selaras, serasi, seimbang dengan lingkungan dan sesuai dengan prosedur yang berlaku dalam bisnis baik dalam berurusan dengan pelanggan, mitra bisnis, pesaing, maupun hukum. Strategi internal ini meliputi :
a.       Efisiensi fungsi manajemen
Para karyawan dituntut bekerja secara efisien, yakni mencapai tujuan pekerjaan dengan menggunakan daya seminim mungkin. Kemandirian dalam menyelesaikan pekerjaan harus dijalankan, dan bila perlu penggunaan peralatan dan dana ditekan serendah mungkin. Bila sebelum krisis tujuan sebuah program kerja masih dicapai dengan menggunakan pola lama, yaitu tidak memperdulikan sumber daya (uang, alat, sistem, tenaga kerja), kini dalam kondisi krisis semua itu harus dilakukan seefisien mungkin.
b.      Penghematan
Berhemat bukan berarti kikir, namun menggunakan sumber-sumber untuk pencapaian tujuan secara wajar. Tingkat tanggungjawab terhadap dana yang dikeluarkan semakin tinggi dan penghapusan dana yang tak terduga harus dilakukan.
c.       Rekonstruksi organisasi perusahaan
Jika suatu perusahaan ingin bertahan dan melampaui kondisi krisis seperti ini, perusahaan perlu melihat apakah struktur organisasinya secara vertikal maupun horizontal sudah tepat. Bila struktur yang ada menampakkan kecenderungan penyebaran yang tidak efektif dan efisien, sudah saatnya perusahaan merevisi kembali struktur tersebut. Kotak struktur yang tidak layak dan tidak perlu patut dihapuskan atau digabungkan dengan yang lain.
Tujuan dari restrukturisasi ini bukan untuk mengurangi jumlah karyawan sebanyak mungkin, melainkan mencari efisiensi kerja dan hasil kerja. Memecat karyawan dengan semena-mena dengan alasan krisis bukan cara yang bijaksana. Bila perlu karyawan dipertahankan namun divisi-divisi dikurangi dan digabungkan dengan yang lain.
d.      Pengembangan profesionalisme
Kita harus membedakan antara profesionalisme individu dan tim work. Pekerjaan tim work pada dasarnya sudah dikonsep untuk diselesaikan oleh beberapa orang dalam rangka mencapai tujuan bersama. Contoh yang sederhana adalah pekerjaan seorang dosen.
Agar karyawan menjadi profesional, ia harus tekun bekerja, mau mengejar ketinggalan serta disiplin dan berdedikasi tinggi atas pekerjaannya. Kesadaran mengenai semua hal ini belum dimiliki oleh sebagian besar dari kita, sehingga sumber daya manusia kita ketinggalan dari negara lain.
e.        Peningkatan kualitas dan produktivitas (quality and productivity improvement)
Untuk mengetahui tingkat kualitas suatu barang atau jasa diperlukan adanya standart. Bila suatu perusahaan belum memiliki standart ini, dapat dipastikan bahwa tidak ada kualitas yang ingin dicapai perusahaan tersebut. Meningkatkan kualitas layanan  berarti melakukan suatu tindakan dalam kategori “more than the expectation of the guest”. Misalnya, jika standart pelayanan menunjukkan bahwa penjemputan jam tamu dibandara paling lambat adalah pada waktu pesawat mendarat, status “more than the expectation” dapat dicapai apabila petugas telah berada dibandara 15 menit sebelum pesawat mendarat. Kinerja yang maksimal menuntut produktivitas yang tinggi. Salah satu persyaratan produktivitas tinggi adalah kesehatan jasmani yang dapat dicapai dengan gizi yang cukup dan kegiatan hidup yang seimbang antara kerja dan istirahat.
f.       Penyadaran diri (intropection)
Berkaca pada diri sendiri berarti menelaah dan melihat apa yang kita lakukan dalam bekerja. Mungkin ada hal-hal negative yang pada masa sebelum krisis tidak begitu kentara jika dibandingkan dengan pada masa krisis. Tindakan foya-foya, mempergunakan anggaran sesuka hati, korupsi, manipulasi adalah hal-hal negatif yang tanpa disadari telah dilakukuan, baik dalam skala kecil maupun skala besar. Mempergunakan waktu kantor untuk melakukan pekerjan sampingan adalah korupsi waktu perusahaan. Membeli keperluan kantor dengan harga yang berbeda dari harga sebenarnya adalah salah satu contoh kecurangan.
g.      Pengahayatan visi dan misi perusahaan
Visi merupakan suatu sasaran jangka panjang yang dihayati secara terus menerus sehingga tertanam dalam benak seluruh insan yang terlibat dalam organisasi tersebut. Misi menunjukan maksud dari suatu kebenaran. Dapat dikatakan bahwa misi merupakan penjabaran visi.
h.      Perbaikan mental kerja (mentality Improvement)
Peningkatan pengetahuan dan kemampaun pekerja sedikit banyak telah mengubah pola lama tersebut. Banyak  tenaga kerja lulusan sekolah menegah atas atau lulusan perguruan tinggi yang sudah mampu menganalisis situasi dan sistem keadilan. Dulu para buruh dapat diatur tapi kini tidak lagi. Cara baik agar bisnis dapat berjalan lancar adalah menganggap bahwa para karyawan adalah mitra kerja. Menempatkan mereka pada tempat yang layak adalah berarti menciptakan dukungan yang besar terhadap perusahaan.
i.        Genggam erat persahabatan dengan pelanggan
Setiap melayani klien petugas harus selalu menganggap bahwa mereka adalah sahabat. Bila dianggap sebagai sahabat dan diperlakukan dengan penuh hormat dan profesional, pelanggan akan merasa nyaman. Menjadi sahabat bagi pelanggan berarti kita lebih memperhatikan mereka, ingin mengetahui lebih banyak hal-hal yang menjadi kesenangan dan ketidaksenangan mereka.
2.      Strategi Eksternal
Strategi eksternal merupakan strategi perusahaan yang berkaitan dengan unsur dari luar perusahaan itu sendiri. Strategi ini diantaranya :
a.       penggabungan kedepan (Forward Intergration)
strategi penggabungan kedepan ini melibatkan keberhasilan perusahaan dalam hal pengendalian dan pengawasan atas para distributor atau pengecer. Agar perusahaan dapat bertahan ia mungkin perlu melakukan franchising. Kerjasama semacam ini sangat menguntungkan karena pemilik franchise dapat mendistribusikan produk dan pelayanan standart pada perusahaan-perusahaan bersangkutan. perusahaan yang banyak melakukan franchising misalnya hotel, restoran, dan pabrik minuman berskala internasional.
b.      Penetrasi Pasar (market penetration)
Menembus pasar berarti mencari peluang untuk menghadirkan produk atau pelayanan dalam pangsa pasar yang ada.
c.       Mengembangkan pasar (market development)
Mengembangkan pangsa pasar berarti memperkenalkan, mempromosikan, dan menghadirkan produk dan pelayanan pada suatu daerah pemasaran baru.
d.      Pengembangan Produk (product development)
Pengembangan produk dimaksudkan untuk meningkatkan penjualan dengan cara memperbaiki dan mengubah bermacam-macam produk dan pelayanan. Yang paling banyak melakukan tindakan seperti ini, antara lain pabrik minuman, pabrik otomatis, atau komputer.
e.       Perluasan Konsentris (Concentrik Divercivication)
Perluasan konsentris artinya menambahkan suatu yang baru namun masih berhubungan dengan produk dan jasa yang lama, misalnya perusahaan telephone.
f.       Usaha Bersama (join Venture)
Usaha bersama ini melibatkan dua atau lebih perusahaan yang bergabung menjadi satu, contohnya usaha bersama perusahaan kontruksi PT Pembangunan Jaya dengan Ohbayasi Gumi Coparation.[4]
D.  studi kasus industrialisasi di Negara Jepang
Sektor industri termaju
Sektor industri merupakan yang termaju dalam perekonomian Jepang. Produk logan di Jepang, Khususnya besi  dan baja meluas dengan nyata sejak berakhirnya PD II, walaupun bahan bakunya merupakan bahan impor dari negara-negara lain. Jepang merupakan produsen baja terbesar dunia setelah AS.
Sebelum perang jepan bukan saja berswasembada dalam produksi kapal, kreta api, dan mesin tekstil malahan juga mengekpor barang-barang tersebut dalam jumlah yang lumayan besarnya ke negara-negara lain. Sejak akhir persng industri mesin mengayun langkah bagi pertumbuhan ekonomi jepang.
Barang-barang jepang disektor industri mesin, kendaraan bermotor ( mobil dan sepeda-motor), alat-alat elktronik, kebutuhan rumah tangga, merajai pasaran internasional. Ekspor mesin pada tahun 1977 berjumlah tidak kurang dari Rp 49,7 treliun atuau 61,8%dari seluruh ekspor negeri ini. Produksi permesinan di Jepang baik mesin listrik maupun mekanik dan barang-barang elektronikmerupakan sektor penting dalam industri negara tersebut. Pertumbuhan yang sangat mencolok sejak pertengahan tahun 1950-an mendorong pengembangan lbih lanjut. Ekspor mesin-mesin listrik dan mekanik termasuk barang-barang elektronikterutama ke AS, Kanada, dan Meksiko, (kawasan Amerika Utara ), Asia, serta Eropa berjumlah Rp12,7 treliun atau 24,4%  dari ekspor permesinan jepang, atau 15,7%  keseluruhan ekspor negri itu. Jepang juag membuat dan mengekspor kapal laut, pesawat udara, kendaraan bermotor, kreta api bahkan mengekspor bermacam-macam mesin hasil teknologi canggih ke berbagai kawasan Asia, Afrika, Amerika latin, Eropa, dan juga ke AS. Kemajuan juga dicapai pada sektor angkutan udara dan angkutan darat dengan jalan raya termodern di dunia.

Perdagangan Luar Negeri Jepang
            Jepang merupakan salah satu jajaran negara industri maju yang selalu unggul pada sektor perdgangan luarnegerinya dan senantiasa meraih surplus dalam neraca perdagangan Jepang dengan negara-negara mitra dagangnya. Persaingan yang semakin ketat dewasa ini bukanlah perdagangan antara negara maju dengan negara-negara sedang berkembang, melainkan justru diantara negara-negara industri maju itu sendiri
            Kenyataan tersebut menunjukan betapa kemajuan ekonomi Jepang tersebut mampu “mengalahkan”  negara-negara penaklukya dalam PD II yang mempora-porandakan negara itu pada bidang ekonomi. Negara-negara sedang berkembang agaknya perlu belajar banyak dari jepang tentang bagaimana ekonomi suatu bangsa dapat dibangun dengan cara yang sesuai dengan tuntutan zaman.[5]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
industrialisasi merupakan suatu proses interaksi antara pengembangan teknologi, inovasi, spesialisasi produksi dan perdagangan antarnegara yang pada akhirnya sejalan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, mendorong perubahan struktur ekonomi di banyak Negara, dari yang tadinya berbasis pertanian menjadi berbasis industri. pertanian menjadi berbasis industri. Dalam indutrialisasi bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, mendorong perubahan struktur ekonomi di banyak Negara, dari yang tadinya berbasis pertanian menjadi berbasis industri. pertanian menjadi berbasis industri.
Faktor pendukung industrialisasi (perbedaan intesitas dalam proses industrialisasi antar negara) : Kemampuan teknologi dan inovasi. Laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita. Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri. Negara yang awalnya memiliki industri dasar/primer/hulu seperti baja, semen, kimia, dan industri tengah seperti mesin alat produksi akan mengalami proses industrialisasi lebih cepat. faktor penyebab yang menjadikan usaha industri mengalami kegagalan. Ada empat faktor seperti berikut : Kurang pengalaman (Inesperience), Kemampuan berhubungan, Lokasi Tidak Strategis, Daya saing
Dalam indusrialisasi mempunyai sterategi untuk meningkatkan qualitas perusahaan tersebut diantaranya; Efisiensi fungsi manajemen, Penghematan, Rekonstruksi organisasi perusahaan, Pengembangan profesionalisme, Peningkatan kualitas dan produktivitas (quality and productivity improvement, Penyadaran diri (intropection), Pengahayatan visi dan misi perusahaan,Perbaikan mental kerja (mentality Improvement), Genggam erat persahabatan dengan pelanggan.
B.      Saran
Penyampaian makalah ini lebih baiknya ditambah dengan fakta-fakta yang ada di sekitar, supaya lebih memperkuat penyamaiannya. Semua itu ada kelebihan dan kekurangan tidak bisa sempurna. Bahwasanya kesempurnaan hanyalah milik Tuhan Yang Maha Esa.





[1]Dr. Sunyoto Usman, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 240


[2]  Eka Suci Ratnaningsih, 2006, Jurnal “Pengaruh pertumbuhan sektor industri terhadap penyerapan tenaga kerja di kota surabaya”, ( Surabaya : Universitas Negeri Surabaya, di Unduh 7 Desember 2016 )
[3] Vinza Firqinia Fristia dan Ardy Maulidy Navastara,  JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539, Faktor Penyebab Belum Berkembangnya Industri Kecil Batik Desa Kenongo Kecamatan Tulangan-Sidoarjo, ( Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember, di undih pada 7 Desember 2016)
[4] Endar Sugiarto, Psikologi Pelayanan Dalam Industri Jasa, ( Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,  1999) hlm 292
[5] Syahbuddin Mangandaralam,  JEPANG, Negara Matahari Terbit, (Bandung : Remaja Rosdakaya Offset) hlm 72
 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar