Cara Sholat Gerhana (Matahari atau Bulan) artikel Islam and Fiqih.
Sebagian orang menganggap terjadinya gerhana matahari dan bulan sebagai gejala alam biasa, sebagai peristiwa ilmiah yang bisa dinalar. Gerhana sekedar menjadi tontonan menarik yang bisa disaksikan beramai-ramai bersama keluarga dan handai tolan. Namun bagi yang merasa tunduk kepada keagungan Sang Perncipta, Allah SWT, gerhana adalah peristiwa penting yang secara gamblang menunjukkan bahwa ada kekuatan Yang Maha Agung di luar batas kemampuan manusia; manusia yang paling merasa faham ilmu alam sekalipun. Mereka yang merasa rendah di hadapan Sang Pencipta akan menadahkan muka, menghadap Allah, mengerjakan shalat secara berjamaah. Rasulullah SAW telah memberikan tuntunan untuk itu. Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya matahari dan rembulan adalah dua tanda-tanda kekuasaan Allah, maka apabila kalian melihat gerhana, maka berdo’alah kepada Allah, lalu sholatlah sehingga hilang dari kalian gelap, dan bersedekahlah.” (HR Bukhari-Muslim)
Sayyidatuna A’isyah ra bercerita: Gerhana matahari pernah terjadi di masa Rasululloh SAW kemudian beliau sholat bersama para sahabat. Beliau pun berdiri dengan lama, ruku’ dengan lama, berdiri lagi dengan lama namun lebih pendek dari yang pertama, lalu ruku’ dengan lama namun lebih pendek dari yang pertama, lalu mengangkat kepala dan bersujud, dan melakukan sholat yang terakhir seperti itu, kemudian selesai dan matahari pun sudah muncul. (HR Bukhari, Muslim, Nasa’i, Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Para ulama sepakat bahwa sholat gerhana matahari dan bulan adalah sunnah dan dilakukan secara berjamaah. Berdasarkan redaksi hadits yang pertama di atas penamaan gerhana matahari dan bulan berbeda, sholat khusuf untuk gerhana bulan dan sholat kusuf untuk gerhana matahari. Imam Maliki dan Syafi’i berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidatuna A’isyah berpendapat bahwa sholat gerhana dengan dua roka’at dengan dua kali ruku’, berbeda dengan sholat Id dan Jum’at.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas juga terdapat penjelasan serupa, yakni sholat gerhana dikerjakan dua roka’at dengan dua kali ruku’, dan dijelaskan oleh Abu Umar bahwa hadits tersebut dinilai paling shahih. Maka dengan begitu keistimewaan shalat gernana dibanding dengan shalat sunnah sunnah lainnya terletak pada bilangan ruku’ pada setiap roka’atnya.
Apalagi dalam setiap ruku’ disunnahkan membaca tasbih berulang-ulang dan berlama-lama. سُبْحَانِ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ Tasbih berarti gerak yang dinamis seperti ketika bulan berrotasi (berputar mengelilingi kutubnya) dan berevolusi (mengelilingi) bumi, bumi berotasi dan berevolusi mengelilingi matahari, atau ketika matahari berotasi dan berevolusi pada pusat galaksi Bimasakti. Namun pada saat terjadi gerhana, ada proses yang aneh dalam rotasi dan revolusi itu. Maka bertasbihlah! Maha Suci Allah, Yang Maha Agung! Adapun tata cara shalat gerhana adalah sebagai berikut:
1. Memastikan terjadinya gerhana bulan atau matahari terlebih dahulu. (Sebagai panduan lihat di rubrik IPTEK)
2. Shalat gerhana dilakukan saat gerhana sedang terjadi.
3. Sebelum sholat, jamaah dapat diingatkan dengan ungkapan, ”Ash-shalatu jaami’ah.”
4. Niat melakukan sholat gerhana matahari (kusufisy-syams) atau gerhana bulan (khusufil-qamar), menjadi imam atau ma’mum.
مَأْمُوْمًا لِلّهِ تَعَالَى/ لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ اِمَامًا / أُصَلِّيْ سُنَّةً لِكُسُوْفِ الشَّمْسِ
5. Sholat gerhana dilakukan sebanyak dua rakaat.
6. Setiap rakaat terdiri dari dua kali ruku dan dua kali sujud.
7. Setelah rukuk pertama dari setiap rakaat membaca Al-Fatihah dan surat kembali
8. Pada rakaat pertama, bacaan surat pertama lebih panjang daripada surat kedua. Demikian pula pada rakaat kedua, bacaan surat pertama lebih panjang daripada surat kedua. Misalnya rakaat pertama membaca surat Yasin (36) dan ar-Rahman (55), lalu raka’at kedua membaca al-Waqiah (56) dan al-Mulk (78)
9. Setelah sholat disunahkan untuk berkhutbah. (nam) Sumber Website Resmi Nahdlatul Ulama
Menurut Habib Munzir bin Fuad Al Musawwa, panduan singkat mengenai shalat gerhana caranya adalah ada tiga cara :
1. yg termudah adalah dg dua rakaat sebagaimana shalat subuh.
2. dua rakaat, dan setiap rakaat adalah dg dua rukuk dan dua kali qiyam, urutannya adalah : Takbiratul ihram, lalu Qiyam, fatihah, surat, rukuk, lalu Qiyam lagi, fatihah surat, rukuk, lalu I’tidal, lalu sujud, duduk sujud. lalu bangkit ke rakaat kedua dg hal yg sama.
3. dua rakaat sebagaimana poin kedua diatas, namun dipanjangkan, lalu diakhiri dg dua khuSalat Tasbih
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Salat Tasbih merupakan salat
Sunnah yang di dalamnya pelaku salat akan membaca kalimat tasbih (kalimat
"Subhanallah wal hamdu lillahi walaa ilaaha illallahu wallahu akbar")
sebanyak 300 kali (4 raka'at masing-masing 75 kali tasbih). Salat ini diajarkan
Rasulullah
SAW kepada pamannya yakni sayyidina Abbas bin Abdul Muthallib. Namun beberapa
ulama berbeda pendapat tentang hal ini.Daftar isi
Hikmah
Hikmah salat adalah dapat mencegah perbuatan keji dan kemungkaran, tentu saja dari salat tasbih yang dilakukan dengan hati yang ikhlas diharapkan akan dapat pula seseorang yang melakukannya dicegah atau terjaga dari perbuata-perbuatan yang keji lagi mungkar.Niat Salat
Niat salat ini, sebagaimana juga salat-salat yang lain cukup diucapkan di dalam hati dan tidak perlu dilafalkan, tidak terdapat riwayat yang menyatakan keharusan untuk melafalkan niat akan tetapi yang terpenting adalah dengan niat hanya mengharapkan Ridho Allah Ta'ala semata dengan hati yang ikhlas dan khusyu.Cara Pengerjaan
Salat tasbih dilakukan 4 raka'at (jika dikerjakan siang maka 4 raka'at dengan sekali salam, jika malam 4 raka'at dengan dua salam ) sebagaimana salat biasa dengan tambahan bacaan tasbih pada saat-saat berikut:
No.
|
Waktu
|
Jml. Tasbih
|
1
|
Setelah pembacaan surat al
fatihah dan surat
pendek saat berdiri
|
15 kali
|
2
|
Setelah tasbih ruku' (Subhana rabiyyal adzim...)
|
10 Kali
|
3
|
Setelah I'tidal
|
10 Kali
|
4
|
Setelah tasbih sujud pertama (Subhana rabiyyal a'la...)
|
10 Kali
|
5
|
Setelah duduk di antara dua sujud
|
10 Kali
|
6
|
Setelah tasbih sujud kedua (Subhana rabiyyal a'la...)
|
10 Kali
|
7
|
Setelah duduk istirahat sebelum berdiri (atau sebelum
salam tergantung pada raka'at keberapa)
|
10 Kali
|
|
Jumlah total
satu raka'at
|
75
|
|
Jumlah total
empat raka'at
|
4 X 75
= 300 kali |
Perbedaan pendapat ulama
Para ulama berbeda pendapat mengenai salat tasbih, berikut adalah beberapa pendapat mereka :- Pertama: Salat tashbih adalah mustahabbah (sunnah).
"Wahai Abbas pamanku, Aku ingin memberikan padamu, aku benar-benar mencintaimu, aku ingin engkau melakukan -sepuluh sifat- jika engkau melakukannya Allah akan mengampuni dosamu, baik yang pertama dan terakhir, yang terdahulu dan yang baru, yang tidak sengaja maupun yang disengaja, yang kecil maupun yang besar, yang tersembunyi maupun yang terang-terangan. Sepuluh sifat adalah: Engkau melaksankan salat empat rakaat; engkau baca dalam setiap rakaat Al-Fatihah dan surat, apabila engkau selesai membacanya di rakaat pertama dan engkau masih berdiri, mka ucapkanlah: Subhanallah Walhamdulillah Walaa Ilaaha Ilallah Wallahu Akbar 15 kali, Kemudian ruku'lah dan bacalah do'a tersebut 10 kali ketika sedang ruku, kemudian sujudlah dan bacalah do'a tersebut 10 kali ketika sujud, kemudian bangkitlah dari sujud dan bacalah 10 kali kemudian sujudlah dan bacalah 10 kali kemudian bangkitlah dari sujud dan bacalah 10 kali. Itulah 75 kali dalam setiap rakaat, dan lakukanlah hal tersebut pada empat rakaat. Jika engkau sanggup untuk melakukannya satu kali dalam setiap hari, maka lakukanlah, jika tidak, maka lakukanlah satu kali seminggu, jika tidak maka lakukanlah sebulan sekali, jika tidak maka lakukanlah sekali dalam setahun dan jika tidak maka lakukanlah sekali dalam seumur hidupmu" (HR Abu Daud 2/67-68)
Ibnu Ma'in. An-Nasaiy berkata: Ia tidak apa-apa. Az-Zarkasyi berpendapat: "Hadis shahih dan bukan dhaif". Ibnu As-Sholah: "Haditsnya adalah Hasan"
Al-Imam Bukhari rahimahulah.
Siapa yang tidak kenal beliau? Beliau adalah penulis kitab tershahih kedua setelah Al-Quran Al-Kariem. Namun hadits ini memang tidak terdapat di dalam kitab shahihnya itu, melainkan beliau tulis dalam kitab yang lain. Kitab itu adalah Qiraatul Ma’mum Khalfal Imam. Di sana beliau menyatakan bahwa hadits tentang shalat tasbih di atas adalah hadits yang shahih.
- Kedua: Salat tasbih boleh dilaksanakan (boleh tapi tidak disunnahkan).
Ibnu Qudamah berkata: "Jika ada orang yang melakukannya maka hal tersebut tidak mengapa, karena salat nawafil dan Fadhoilul A'maal tidak disyaratkan harus dengan berlandaskan hadits shahih" (Al-Mughny 2/33)
- Ketiga: Salat tersebut tidak disyariatkan.
Ibnu Qudamah menukil riwayat dari Imam Ahmad bahwa tidak ada hadis shahih yang menjelaskan hal tersebut. Ibnul Jauzi mengatakan bahwa hadits-hadits yang berkaitan dengan salat tasbih termasuk maudhu`. Ibnu Hajar berkata dalam At-Talkhis bahwa yang benar adalah seluruh riwayat hadits adalah dhaif meskipun hadits Ibnu Abbas mendekati syarat hasan, akan tetapi hadits itu syadz karena hanya diriwayatkan oleh satu orang rawi dan tidak ada hadits lain yang menguatkannya. Dan juga salat tasbih berbeda gerakannya dengan salat-salat yang lain.
Dalam kitab-kitab fiqih mazhab Hanafiyah dan Malikiyah tidak pernah disebutkan perihal salat tasbih ini kecuali dalam Talkhis Al-Habir dari Ibnul Arabi bahwa beliau berpendapat tidak ada hadits shahih maupun hasan yang menjelaskan tentang salat tasbih ini.
tbah selepas shalat. detail nya ada disini Sumber Habib Munz
Pengertian
dan Cara Shalat Tasbih
Shalat tasbih termasuk salah satu
shalat sunat yang dianjurkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW. Kalau bisa
dilakukan setiap malam, jika tidak mampu seminggu sekali, jika tidak mampu juga
sebulan sekali, jika tidak mampu juga setahun sekali atau tidak mampu juga
seumur hidup sekali. Demikianlah anjuran agama Islam yang tidak memaksa untuk
melakukan ibadah secara ikhlas.
Shalat sunat tasbih semua riwayat
sepakat dengan empat rokaat, jika pada siang hari dengan satu kali salam
(langsung niat empat rakaat), sedang di malam hari dua rokaat-dua rokaat dengan
dua kali salam (dua kali shalat dengan masing-masing 2 rakaat) dengan tasbih
sebanyak 75 kali tiap raka’atnya, jadi keseluruhan bacaan tasbih dalam shalat
tasbih 4 rokaat tersebut 300 kali tasbih.
Kata Syaikh Ali al-Khawwash,
‘Sebaiknya shalat tasbih dilakukan sebelum shalat hajat, karena shalat tasbih
ini menghapus dosa-dosa, dengan demikian menjadi sebab terkabulnya hajat’
B. Niat Shalat Tasbih
Niat untuk shalat tasbih yang dilakukan dengan dua kali
salam (2 rakaat):
أُصَلِّى
سُنَّةَ التَّسْبِيْحِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
Sedang untuk yang satu kali salam
(4 rakaat) sebagai berikut:
أُصَلِّى
سُنَّةَ التَّسْبِيْحِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ لِلَّهِ تَعَالَى
Secara umum, shalat tasbih sama
dengan tata cara shalat yang lain, hanya saja ada tambahan bacaan tasbih yaitu:
سُبْحَانَ
اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ
Lafadz ini diucapkan sebanyak 75
kali pada tiap raka’at dengan perincian sebagai berikut.
- Sesudah membaca Al-Fatihah dan surah sebelum ruku sebanyak 15 kali,
- Ketika ruku’ sesudah membaca do’a ruku’ dibaca lagi sebanyak 10 kali,
- Ketika bangun dari ruku’ sesudah bacaan i’tidal dibaca 10 kali,
- Ketika sujud pertama sesudah membaca do’a sujud dibaca 10 kali,
- Ketika duduk diantara dua sujud sesudah membaca bacaan antara dua sujud dibaca 10 kali,
- Ketika sujud yang kedua sesudah membaca do’a sujud dibaca lagi sebanyak 10 kali,
- Ketika bangun dari sujud yang kedua sebelum bangkit (duduk istirahat) dibaca lagi sebanyak 10 kali. (Terus baru berdiri tuk rakaat yang kedua).
Demikianlah rinciannya, bahwa
shalat Tasbih dilakukan sebanyak 4 raka’at dengan sekali tasyahud, yaitu
pada raka’at yang keempat lalu salam (jika dilakukan pagi hari). Bisa juga
dilakukan dengan cara dua raka’at-dua raka’at (jika dilakukan malam hari),
Sesuai yang diterangkan oleh Rasulullah SAW: “Shalat malam itu, dua-dua”
(HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim) di mana setiap dua raka’at membaca tasyahud
kemudian salam.Waktu shalat tasbih yang paling utama adalah sesudah
tenggelamnya matahari, sebagaimana dalam riwayat ‘Abdullah bin Amr.
Tetapi dalam riwayat Ikrimah yang mursal diterangkan bahwa boleh
malam hari dan boleh siang hari. Wallâhu A’lam.
Anjuran shalat tasbih ini
sebagaimana yang disabdakan oleh Baginda Rasulullah SAW dalam sebuah hadist
dari Ibnu ‘Abbas:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
رَضِيَ الله ُعَنْهُ: أَنََّ رَسُوْلُ اللهِ صَلََّى الله ُعَلَيْهِ
وَسَلََّمَ قَالَ لِلْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَلِّبْ: يَا عَبَّاسُ يَا عَمَّاهْ !! أَلاَ أُعْطِيْكَ؟ أَلاَ
أُمْنِحُكَ؟ أَلاَ أُحِبُّكَ؟
أَلاَ أَفْعَلُ بِكَ عَشَرَ خِصَالٍ, إِذَا أَنْتَ فَعَلْتَ ذَلِكَ غَفَرَ اللهُ
لَكَ ذَنْبِكَ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ, قَدِيْمَهُ وَحَدِيْثَهُ,
خَطْأَهُ وَعَمْدَهُ, صَغِيْرَهُ وَكَبِيْرَهُ, سِرَّهُ وَعَلاَنِيَّتَهُ.
عَشَرَ خِصَالٍ, أَنْ تُصَلِّيْ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ تَقْرَأُ فِي
كُلِّ رَكْعَةٍ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَسُوْرَةً, فَإِذَا فَرَغْتَ مِنَ
الْقِرَاءَةِ فِي أَوَّلِ رَكْعَةٍ, وَأَنْتَ قَائِمٌ قُلْتَ سُبْحَانَ
اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاََّّ اللهِ وَالله ُأَكْبَرُ خَمْسَ عَشْرَةَ مَرَّةً, ثُمَّ تَرْكَعُ
فَتَقُوْلُهَا وَأَنْتَ رَاكِعٌ
عَشْرًا, ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ الرُّكُوْعِ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا, ثُمَّ تَهْوِيْ سَاجِدًا فَتَقُوْلُهَا وَأَنْتَ
سَاجِدٌ عَشْرًا, ثُمَّ تَرْفَعُ
رَأْسَكَ مِنَ السُّجُوْدِ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا, ثُمَّ تَسْجُدُ فَتَقُوْلُهَا
عَشْرًا, ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا,
فَذَلِكَ خَمْسٌ وَسَبْعُوْنَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ تَفْعَلُ ذَلِكَ فِي أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ, إِذَا اسْتَطَعْتَ أَنْ
تُصَلِّيْهَا فِي كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً
فَافْعَلْ, فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِيْ كُلِّ جُمْعَةٍ مَرَّةً, فَإِنْ
لََمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ شَهْرٍ مَرَّةً, فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي
كُلِّ سَنَةِ مَرَّةً, فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي عُمْرِكَ
مَرَّةً.
Artinya:
“Dari Ibnu ‘Abbâs, bahwasanya
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada ‘Abbâs bin ‘Abdul Muththalib,
‘Wahai ‘Abbas, wahai pamanku, maukah kamu apabila aku beri? Bolehkah sekiranya
aku beri petunjuk padamu? Tidakkah kau mau? saya akan tunjukkan suatu perbuatan
yang mengandung 10 keutamaan, yang jika kamu melakukannya maka diampuni
dosamu, yaitu dari awalnya hingga akhirnya, yang lama maupun yang baru, yang
tidak disengaja maupun yang disengaja, yang kecil maupun yang besar, yang
tersembunyi maupun yang nampak.
Semuanya 10 macam. Kamu shalat
4 rakaat. Setiap rakaat kamu membaca Al-Fatihah dan satu surah. Jika telah
selesai, maka bacalah Subhanallâhi wal hamdulillâhi wa lâ ilâha illallâh
wallahu akbar sebelum ruku’ sebanyak 15 kali, kemudian kamu ruku’ lalu bacalah
kalimat itu di dalamnya sebanyak 10 kali, kemudian bangun dari ruku’ (I’tidal)
baca lagi sebanyak 10 kali, kemudian sujud baca lagi sebanyak 10 kali, kemudian
bangun dari sujud baca lagi sebanyak 10 kali, kemudian sujud lagi dan baca lagi
sebanyak 10 kali, kemudian bangun dari sujud sebelum berdiri baca lagi sebanyak
10 kali, maka semuanya sebanyak 75 kali setiap rakaat. Lakukan yang demikian
itu dalam empat rakaat. Lakukanlah setiap hari, kalau tidak mampu lakukan
setiap pekan, kalau tidak mampu setiap bulan, kalau tidak mampu setiap tahun
dan jika tidak mampu maka lakukanlah sekali dalam seumur hidupmu."[1][†]
(HR. Abu Daud no. 1297)
Dari Anas bin Malik bahwasannya
Ummu Sulaim pagi-pagi menemui Baginda Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam
seraya berkata, ajarilah saya beberapa kalimat yang saya ucapkan didalam
shalatku, maka beliau bersabda:
كَبِّرِى اللَّهَ عَشْرًا وَسَبِّحِى اللَّهَ عَشْرًا وَاحْمَدِيهِ عَشْرًا
ثُمَّ سَلِى مَا شِئْتِ يَقُولُ
نَعَمْ نَعَمْ ». قَالَ وَفِى الْبَابِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو وَالْفَضْلِ بْنِ
عَبَّاسٍ وَأَبِى رَافِعٍ. قَالَ أَبُو عِيسَى
حَدِيثُ أَنَسٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ.
وَقَدْ رُوِىَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- غَيْرُ حَدِيثٍ فِى
صَلاَةِ التَّسْبِيحِ وَلاَ يَصِحُّ مِنْهُ كَبِيرُ شَىْءٍ. وَقَدْ رَأَى
ابْنُ الْمُبَارَكِ وَغَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ صَلاَةَ
التَّسْبِيحِ وَذَكَرُوا الْفَضْلَ فِيهِ. حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ حَدَّثَنَا أَبُو وَهْبٍ قَالَ سَأَلْتُ
عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الْمُبَارَكِ
عَنِ الصَّلاَةِ الَّتِى يُسَبَّحُ فِيهَا فَقَالَ يُكَبِّرُ ثُمَّ يَقُولُ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى
جَدُّكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ ثُمَّ يَقُولُ خَمْسَ عَشْرَةَ مَرَّةً سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ
وَاللَّهُ أَكْبَرُ ثُمَّ يَتَعَوَّذُ وَيَقْرَأُ (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ) وَفَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَسُورَةً
ثُمَّ يَقُولُ عَشْرَ
مَرَّاتٍ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ ثُمَّ يَرْكَعُ
فَيَقُولُهَا عَشْرًا. ثُمَّ يَرْفَعُ
رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ فَيَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ يَسْجُدُ فَيَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ يَرْفَعُ رَأْسَهُ فَيَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ
يَسْجُدُ الثَّانِيَةَ فَيَقُولُهَا عَشْرًا يُصَلِّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ عَلَى هَذَا فَذَلِكَ خَمْسٌ
وَسَبْعُونَ تَسْبِيحَةً فِى كُلِّ رَكْعَةٍ يَبْدَأُ فِى كُلِّ رَكْعَةٍ بِخَمْسَ عَشْرَةَ تَسْبِيحَةً
ثُمَّ يَقْرَأُ ثُمَّ يُسَبِّحُ عَشْرًا فَإِنْ صَلَّى لَيْلاً فَأَحَبُّ إِلَىَّ أَنْ يُسَلِّمَ فِى الرَّكْعَتَيْنِ وَإِنْ صَلَّى نَهَارًا
فَإِنْ شَاءَ سَلَّمَ وَإِنْ شَاءَ لَمْ يُسَلِّمْ.
قَالَ أَبُو وَهْبٍ
وَأَخْبَرَنِى عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِى رِزْمَةَ
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
أَنَّهُ قَالَ يَبْدَأُ فِى الرُّكُوعِ
بِسُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيمِ
وَفِى السُّجُودِ بِسُبْحَانَ رَبِّىَ
الأَعْلَى ثَلاَثًا ثُمَّ يُسَبِّحُ
التَّسْبِيحَاتِ. قَالَ أَحْمَدُ بْنُ
عَبْدَةَ وَحَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ
زَمْعَةَ قَالَ أَخْبَرَنِى
عَبْدُ الْعَزِيزِ وَهُوَ ابْنُ أَبِى رِزْمَةَ
قَالَ قُلْتُ لِعَبْدِ
اللَّهِ بْنِ الْمُبَارَكِ إِنْ سَهَا فِيهَا
يُسَبِّحُ فِى سَجْدَتَىِ
السَّهْوِ عَشْرًا عَشْرًا قَالَ لاَ إِنَّمَا
هِىَ ثَلاَثُمِائَةِ تَسْبِيحَةٍ.
Artinya:
"Bertakbirlah kepada
Allah sebanyak sepuluh kali, bertasbihlah kepada Allah sepuluh kali dan
bertahmidlah (mengucapkan alhamdulillah) sepuluh kali, kemudian memohonlah
(kepada Allah) apa yang kamu kehendaki, niscaya Dia akan menjawab: ya, ya, (Aku
kabulkan permintaanmu)." (perawi) berkata, dalam bab ini (ada juga riwayat
-pent) dari Ibnu Abbas, Abdullah bin Amru, Al Fadll bin Abbas dan Abu Rafi'.
Abu Isa berkata, hadits anas adalah hadits hasan gharib, telah diriwayatkan
dari Nabi Shallahu 'alaihi wa sallam selain hadits ini mengenai shalat tasbih,
yang kebanyakan (riwayatnya) tidak shahih. Ibnu Mubarrak dan beberapa ulama
lainnya berpendapat akan adanya shalat tasbih, mereka juga menyebutkan
keutamaan shalat tasbih. Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin 'Abdah Telah mengabarkan
kepada kami Abu Wahb dia berkata, saya bertanya kepada Abdullah bin Al Mubarak
tentang shalat tasbih yang didalamnya terdapat bacaan tasbihnya, dia menjawab,
ia bertakbir kemudian membaca Subhaanaka Allahumma Wa Bihamdika Wa
Tabaarakasmuka Wa Ta'ala Jadduka Walaa Ilaaha Ghairuka kemudian dia membaca
Subhaanallah Walhamdulillah Wa Laailaaha Illallah Wallahu Akbar sebanyak
lima belas kali, kemudian ia berta'awudz dan membaca bismillah dilanjutkan
dengan membaca surat Al fatihah dan surat yang lain, kemudian ia membaca Subhaanallah
Walhamdulillah Wa Laailaaha Illallah Wallahu Akbar sebanyak sepuluh kali,
kemudian ruku' dan membaca kalimat itu sepuluh kali, lalu mengangkat kepala
dari ruku' dengan membaca kalimat tersebut sepuluh kali, kemudian sujud dengan
membaca kalimat tersebut sepuluh kali, lalu mengangkat kepalanya dengan membaca
kalimat tersebut sepuluh kali, kemudian sujud yang kedua kali dengan membaca
kalimat tersebut sepuluh kali, ia melakukan seperti itu sebanyak empat raka'at,
yang setiap satu raka'atnya membaca tasbih sebanyak tujuh puluh lima kali,
disetiap raka'atnnya membaca lima belas kali tasbih, kemudian membaca Al
Fatehah dan surat sesudahnya serta membaca tasbih sepuluh kali-sepuluh kali,
jika ia shalat malam, maka yang lebih disenagi adalah salam pada setiap dua
raka'atnya. Jika ia shalat disiang hari, maka ia boleh salam (di raka'at kedua)
atau tidak. Abu Wahb berkata, telah mengabarkan kepadaku 'Abdul 'Aziz bin Abu
Rizmah dari Abdullah bahwa dia berkata, sewaktu ruku' hendaknya dimulai dengan
bacaan Subhaana Rabbiyal 'Adziimi, begitu juga waktu sujud hendaknya
dimulai dengan bacaan Subhaana Rabbiyal A'la sebanyak tiga kali,
kemudian membaca tasbih beberapa kali bacaan. Ahmad bin 'Abdah berkata, Telah
mengabarkan kepada kami Wahb bin Zam'ah dia berkata, telah mengabarkan kepadaku
'Abdul 'Aziz dia adalah Ibnu Abu Zirmah, dia berkata, saya bertanya kepada
Abdullah bin Mubarak, jika seseorang lupa (waktu mengerjakan shalat tasbih)
apakah ia harus membaca tasbih pada dua sujud sahwi sebanyak sepuluh
kali-sepuluh kali? Dia menjawab, tidak, hanya saja (semua bacaan tasbih pada
shalat tasbih) ada tiga ratus kali. (HR. Tirmidzi no. 481)
Kedua hadits di atas adalah
hadits yang menjelaskan tata cara shalat tasbih. Intinya, shalat tasbih dilakukan
dengan 4 raka’at. Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa shalat tasbih jumlahnya
empat raka’at dan tidak boleh lebih dari itu.
C. Para Ulama yang Menshahihkan Hadits Shalat Tasbih
- Abu Dâud As-Sijistâny. Beliau berkata, “Tidak ada, dalam masalah shalat Tasbih, hadits yang lebih shahih dari hadits ini.”
- Ad-Dâraquthny. Beliau berkata, “Hadits yang paling shahih dalam masalah keutamaan Al-Qur`ân adalah (hadits tentang keutamaan) Qul Huwa Allâhu Ahad, dan yang paling shahih dalam masalah keutamaan shalat adalah hadits tentang shalat Tasbih.”
- Al-Âjurry.
- Ibnu Mandah.
- Al-Baihaqy.
- Ibnu As-Sakan.
- Abu Sa’ad As-Sam’âny.
- Abu Musa Al-Madiny.
- Abu Al-Hasan bin Al-Mufadhdhal Al-Maqdasy.
- Abu Muhammad ‘Abdurrahim Al-Mishry.
- Al-Mundziry dalam At-Targhib Wa At-Tarhib dan Mukhtashar Sunan Abu Dâud .
- Ibnush Shalâh. Beliau berkata, “Shalat Tasbih adalah sunnah, bukan bid’ah. Hadits-haditsnya dipakai beramal dengannya.”
- An-Nawawy dalam At-Tahdzîb Al - Asma` Wa Al-Lughât .
- Abu Manshur Ad Dailamy dalam Musnad Al-Firdaus .
- Shalâhuddin Al-‘Alâi. Beliau berkata, “Hadits shalat Tasbih shahih atau hasan, dan harus (tidak boleh dha’if).”
- Sirajuddîn Al-Bilqîny. Beliau berkata, “Hadits shalat tasbih shahih dan ia mempunyai jalan-jalan yang sebagian darinya menguatkan sebagian yang lainnya, maka ia adalah sunnah dan sepantasnya diamalkan.”
- Az-Zarkasyi. Beliau berkata, “Hadits shalat Tasbih adalah shahih dan bukan dha’if apalagi maudhu’ (palsu).”
- As-Subki.
- Az-Zubaidy dalam Ithâf As-Sâdah Al-Muttaqîn 3/473.
- Ibnu Nâshiruddin Ad-Dimasqy.
- Al-Hâfidz Ibnu Hajar dalam Al-Khishâl Al-Mukaffirah Lidzdzunûb Al-Mutaqaddimah Wal Muta`Akhkhirah , Natâijul Afkâr Fî Amâlil Adzkâr dan Al-Ajwibah ‘Alâ Ahâdits Al-Mashâbîh.
- As-Suyûthy.
- Al-Laknawy.
- As-Sindy.
- Al-Mubârakfûry dalam Tuhfah Al-Ahwadzy .
- Al-‘Allamah Al-Muhaddits Ahmad Syâkir rahimahullâh.
- Al-‘Allamah Al-Muhaddits Nâshiruddîn Al-Albâny rahimahullâh dalam Shahîh Abi Dâud (hadits 1173-1174), Shahîh At-Tirmidzy , Shahîh At-Targhib (1/684-686) dan Tahqîq Al-Misykah (1/1328-1329).
- Al-‘Allamah Al-Muhaddits Muqbil bin Hâdy Al-Wâdi’iy rahimahullâh dalam Ash-Shahîh Al-Musnad Mimmâ Laisa Fî Ash-Shahihain .
D. Do’a
Setelah Shalat Tasbih:
·
اللّهُمَّ اِنِّى اَسْئَلُكَ تَوْفِيْقَ اَهْلِ اْلهُدَى وَاَعْمَالَ
اَهْلِ اْليَقِيْن وَمُنَاصَحَةَ اَهْلِ التَّوْبَةِ وَعَزَمَ
اَهْلِ الصَّبْرِ وَجَدَّ اَهْلِ الْخَشْيَةِ وَطَلَبَ اَهْلِ الرَّغْبَةِ
وَتَعَبُّدَ اَهْلِ الْوَرَعِ وَعِرْفَانَ
اَهْلِ اْلعِلْمِ حَتىَّ اَخَافَكَ .
·
اللّهُمَّ
اِنِّى اَسْئَلُكَ مَخَافَةً تُحْجِزُنِى عَنْ مَعَاصِيْكَ حَتَّى اَعْمَلَ بِطَعَاتِكَ عَمَلاً اَسْتَحِقُ بِهِ
رِضَاكَ وَحَتَّى اُنَاصِحَكَ
فِى التَّوْبَةِ خَوْفًا مِنْكَ وَحَتَّى اُخْلِصَ لَكَ النَّصِيْحَةَ حُبًّالَكَ وَحَتَّى اَتَوَكَّلَ عَلَيْكَ فِى اْلأُمُوْرِ كُلِّهَا وَاُحْسِنَ الظَّنَّ بِكَ سُبْحَانَ خَالِقِ
النُّوْرِ رَبَّنَا اَتْمِمْ لَنَا
نُوْرَنَا وَغْفِرْلَنَا اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْر بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّّاحِمِيْن.
E. Bid’ah yang sering
ditemukan dalam Shalat Tasbih
Untuk melengkapi pembahasan yang
singkat ini, maka saya sertakan juga penyimpangan-penyimpangan (bid’ah–bid’ah)
yang banyak terjadi disekitar pelaksanaan shalat tasbih, di antaranya adalah:
- Mengkhususkan pelaksanaannya pada malam Jum’at saja.
- Dilakukan secara berjama’ah terus menerus.
- Diiringi dengan bacaan-bacaan tertentu, baik sebelum maupun sesudah shalat.
- Tidak mau shalat kecuali bersama imamnya, jamaahnya, atau tarekatnya.
- Tidak mau shalat kecuali di masjid tertentu.
- Keyakinan sebagian orang yang melakukannya bahwa rezekinya akan bertambah dengan shalat tasbih.
- Membawa binatang-binatang tertentu untuk disembelih saat sebelum atau sesudah shalat tasbih, disertai dengan keyakinan-keyakinan tertentu.
F. Kesimpulan
Hadits tentang shalat tasbih
adalah hadits yang tsabit/sah dari Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa sallam, maka boleh diamalkan sesuai dengan tata cara yang
telah disebutkan diatas.
- See more at:
http://afifulikhwan.blogspot.com/2012/11/tata-cara-shalat-tasbih-lengkap-dan.html#sthash.v99eELi8.dpuf
Tata Cara Shalat Sunnah Rawatib Dan Bacaannya
Dalam ibadah shalat, Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa mengerjakan shalat sunnah
rawatib dan tidak pernah sekalipun meninggalkannya dalam keadaan mukim
(tidak bepergian jauh). Berikut beberapa tuntunan shalat sunnah rawatib
dan bacaannya :
Keutamaan
Shalat Sunnah Rawatib
Ummu
Habibah radiyallahu ‘anha
telah meriwayatkan sebuah hadits tentang keutamaan shalat sunnah rawatib,
dia berkata: saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Barangsiapa yang shalat dua belas rakaat pada siang dan malam, maka
akan dibangunkan baginya rumah di surga”. Ummu Habibah berkata: saya
tidak pernah meninggalkan shalat sunnah rawatib semenjak mendengar
hadits tersebut. ‘Anbasah berkata: Maka saya tidak pernah
meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari Ummu Habibah. ‘Amru
bin Aus berkata: Saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits
tersebut dari ‘Ansabah. An-Nu’am bin Salim berkata: Saya tidak
pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari ‘Amru bin Aus.
(HR. Muslim no. 728)
‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha telah meriwayatkan sebuah hadits tentang shalat
sunnah rawatib sebelum (qobliyah) shubuh, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Dua rakaat sebelum shubuh lebih
baik dari dunia dan seisinya”. Dalam riwayat yang lain, “Dua raka’at sebelum
shubuh lebih aku cintai daripada dunia seisinya” (HR. Muslim no. 725)
Adapun
shalat sunnah sebelum shubuh ini merupakan yang paling utama di
antara shalat sunnah rawatib dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak pernah meninggalkannya baik ketika mukim (tidak berpegian)
maupun dalam keadaan safar.
Ummu
Habibah radhiyallahu ‘anha
telah meriwayatkan tentang keutamaan shalat sunnah rawatib dzuhur, dia
berkata: saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Barangsiapa yang menjaga (shalat) empat rakaat sebelum dzuhur
dan dua rakaat sesudahnya, Allah SWT haramkan baginya api neraka”. (HR.
Ahmad 6/325, Abu Dawud no. 1269, At-Tarmidzi no. 428, An-Nasa’i no. 1814, Ibnu
Majah no. 1160)
Jumlah
Shalat Sunnah Rawatib
Hadits
Ummu Habibah di atas
menjelaskan bahwa jumlah shalat sunnah rawatib ada 12 rakaat dan
penjelasan hadits 12 rakaat ini diriwayatkan oleh At-Tarmidzi dan An-Nasa’i,
dari ‘Aisyah radiyallahu ‘anha, ia berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan dua belas
(12) rakaat pada shalat sunnah rawatib, maka Allah SWT akan bangunkan
baginya rumah di surga, (yaitu): empat rakaat sebelum dzuhur, dan dua rakaat
sesudahnya, dan dua rakaat sesudah maghrib, dan dua rakaat sesudah ‘isya, dan
dua rakaat sebelum subuh”. (HR. At-Tarmidzi no. 414, An-Nasa’i no. 1794)
Surat yang
Dibaca pada Shalat Sunnah Rawatib
Dari
Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, “Bahwasanya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pada shalat sunnah sebelum subuh membaca surah
Al Kaafirun (قل يا أيها الكافرون) dan surah
Al Ikhlas (قل هو الله أحد).” (HR. Muslim no. 726)
Dan
dari Sa’id bin Yasar, bahwasannya Ibnu Abbas mengkhabarkan
kepadanya: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada shalat
sunnah sebelum shubuh dirakaat pertamanya membaca: (قولوا آمنا بالله وما أنزل إلينا) (QS. Al-Baqarah: 136), dan dirakaat keduanya membaca: (آمنا بالله واشهد بأنا مسلمون) (QS. Ali Imron: 52). (HR. Muslim no. 727)
Dari
Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anha, dia berkata: Saya sering mendengar Rasulullah
shallalllahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau membaca surah pada shalat
sunnah sesudah maghrib:” surah Al Kafirun (قل يا أيها الكافرون) dan surah Al Ikhlas (قل هو الله أحد). (HR.
At-Tarmidzi no. 431, berkata Al-Albani: derajat hadits ini hasan shohih, Ibnu
Majah no. 1166)
Apakah
Shalat Sunnah Rawatib 4 Rakaat Qobliyah Dzuhur Dikerjakan dengan Sekali Salam
atau 2 Kali Salam?
As-Syaikh
Muhammad bin Utsaimin rahimahullah
berkata: “Shalat Sunnah Rawatib terdapat di dalamnya salam, seseorang
yang shalat sunnah rawatib empat rakaat maka dengan dua salam bukan satu
salam, karena sesungguhnya Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Shalat (sunnah)
di waktu malam dan siang dikerjakan dua rakaat salam dua rakaat salam”. (Majmu’
Fatawa As-Syaikh Al-Utsaimin 14/288)
Tempat
Mengerjakan Shalat Sunnah Rawatib
Dari
Ibnu Umar radiyallahu ‘anhuma berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Lakukanlah di rumah-rumah kalian dari shalat-shalat dan
jangan jadikan rumah kalian bagai kuburan”. (HR. Bukhari no. 1187, Muslim
no. 777)
As-Syaikh
Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata:
“Sudah seyogyanya bagi seseorang untuk mengerjakan shalat sunnah rawatib
di rumahnya, meskipun di Makkah dan Madinah sekalipun maka lebih
utama dikerjakan di rumah dari pada di masjid Al-Haram maupun masjid
An-Nabawi; karena saat Nabi shallallahu a’alihi wasallam bersabda
sementara beliau berada di Madinah. Ironisnya manusia sekarang lebih
mengutamakan melakukan shalat sunnah rawatib di Masjidil Haram,
dan ini termasuk bagian dari kebodohan”. (Syarh Riyadhus Sholihin 3/295)
Waktu
Mengerjakan Shalat Sunnah Rawatib
Ibnu
Qudamah berkata: “Setiap
shalat sunnah rawatib qobliyah maka waktunya dimulai dari masuknya waktu
shalat fardhu hingga shalat fardhu dikerjakan, dan shalat
sunnah rawatib ba’diyah maka waktunya dimulai dari selesainya shalat
fardhu hingga berakhirnya waktu shalat fardhu tersebut “. (Al-Mughni
2/544)
Pengurutan
Ketika Mengqodho’
As-Syaikh
Ibnu Utsaimin rahimahullah
berkata: “Apabila didalam shalat itu terdapat shalat sunnah rawatib
qobliyah dan ba’diyah, dan shalat sunnah rawatib qobliyahnya terlewatkan, maka yang dikerjakan lebih
dahulu adalah shalat sunnah rawatib ba’diyah kemudian shalat
sunnah rawatib qobliyah, contoh: Seseorang masuk masjid yang belum
mengerjakan shalat sunnah rawatib qobliyah, mendapati
imam sedang mengerjakan shalat dzuhur, maka apabila shalat dzuhur
telah selesai, yang pertamakali dikerjakan adalah shalat sunnah rawatib ba’diyah dua rakaat,
kemudian empat rakaat shalat sunnah rawatib qobliyah”. (Syarh
Riyadhus Sholihin, 3/283)
Memutus
Shalat Sunnah Rawatib Ketika Shalat Fardhu ditegakkan
As-Syaikh
Abdul Aziz bin Baz rahimahullah
berkata: “Apabila shalat telah ditegakkan dan ada sebagian jama’ah
sedang melaksanakan shalat sunnah tahiyatul masjid atau shalat sunnah rawatib, maka disyari’atkan baginya untuk memutus shalatnya dan
mempersiapkan diri untuk melaksanakan shalat fardhu, berdasarkan sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam: “Apabila iqomah shalat telah
ditegakkan maka tidak ada shalat kecuali shalat fardhu.”, akan
tetapi seandainya shalat telah ditegakkan dan seseorang sedang berada
pada posisi rukuk di rakaat yang kedua, maka tidak ada halangan bagi dia untuk
menyelesaikan shalatnya. Karena shalatnya segera berakhir pada saat shalat
fardhu baru terlaksana kurang dari satu rakaat”. (Majmu’ Fatawa 11/392 dan
393)
Apakah
Mengerjakan Shalat Sunnah Rawatib Atau Mendengarkan Nasihat?
Dewan
Tetap untuk Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Saudi: “Disyariatkan bagi kaum
muslimin jika mendapatkan nasihat (kultum) setelah shalat fardhu
hendaknya mendengarkannya, kemudian setelahnya ia mengerjakan shalat sunnah
rawatib seperti ba’diyah dzuhur, maghbrib dan ‘isya” (Fatawa
Al-Lajnah Ad-Daimah LilBuhuts Al-’Alamiyah Wal-Ifta’, 7/234)
Tersibukkan
Dengan Memuliakan Tamu Dari Meninggalkan Shalat Sunnah Rawatib
As-Syaikh
Muhammad bin Utsaimin rahimahullah
berkata: “Pada dasarnya seseorang terkadang mengerjakan amal yang kurang afdhol
(utama) kemudian melakukan yang lebih afdhol (yang semestinya didahulukan)
dengan adanya sebab. Maka seandainya seseorang tersibukkan dengan memuliakan
tamu di saat adanya shalat sunnah rawatib, maka memuliakan tamu
didahulukan daripada mengerjakan shalat
sunnah rawatib ”. (Majmu’
Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin 16/176)
Faedah
Ibmu
Qoyyim rahimahullah
berkata: “Terdapat kumpulan shalat-shalat dari tuntunan Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam sehari semalam sebanyak 40 rakaat, yaitu
dengan menjaga 17 rakaat dari shalat fardhu, 10 rakaat atau 12 rakaat
dari shalat sunnah rawatib, 11 rakaat atau 13 rakaat shalat malam,
maka keseluruhannya adalah 40 rakaat. Adapun tambahan shalat selain yang
tersebutkan bukanlah shalat sunnah rawatib, maka sudah
seharusnyalah bagi seorang hamba untuk senantiasa menegakkan terus-menerus
tuntunan ini selamanya hingga menjumpai ajal (maut). Sehingga adakah yang lebih
cepat terkabulkannya do’a dan tersegeranya dibukakan pintu bagi orang yang
mengetuk sehari semalam sebanyak 40 kali? Allah SWT lah tempat meminta
pertolongan”. (Zadul Ma’ad 1/327)
Ayo Mempelajari Kimia SMA dengan Mudah…
Menu utama
Apr 23 2012
INDIKATOR ALAMI ASAM BASA
18 Votes
Indikator yang sering digunakan antara lain kertas lakmus, fenolftalein, metil merah dan brom timol biru. Indikator tersebut akan memberikan perubahan warna jika ditambahkan larutan asam atau basa. Indikator ini biasanya dikenal sebagai indikator sintetis. Dalam pembelajaran kimia khususnya materi asam dan basa indikator derajat keasaman diperlukan untuk mengetahui pH suatu larutan. Karena itu setiap sekolah seharusnya menyediakan indior sintetis untuk percobaan tersebut. Tetapi pada kenyataannya, tidak semua sekolah mampu menyediakan indikator sintetis. Oleh karena itu diperlukan alternatif lain sehingga proses pembelajaran tetap berjalan lancar indikator pH sintetis dapat diganti dengan alternatif lain berupa indikator pH dari bahan-bahan alam atau tanaman.
Indikator pH dari bunga tapak dara (Vinca Rosea U), bunga jengger ayam (Celosia Cristata L), dan bunga tembelekan (Lantara Camara L) dengan didasari pemikiran bahwa zat warna pada tanaman merupakan senyawa organik berwarna seperti dimiliki oleh indikator sintetis, selain itu mudah dibuat juga murah karena bahan-bahannya mudah didapat serta menambah pengetahuan tentang manfaat bunga tapakdara, jengger ayam dan tembelekan. Karakteristik bunga yang baik digunakan sebagai indikator pH yaitu bunga yang masih segar berwarna tua digunakan hanya mahkota bunga sedangkan benang sari dan putik tidak digunakan.
Pada pembuatan indikator cair bunga dicuci dengan air mengalir agar bersih juga dimaksudkan agar pigmen warna bunga tidak ikut larut dalam air. Bunga yang sudah dicuci kemudian dipotong kecil-kecil untuk memperluas permukaan bunga sehingga proses pelarutan bunga lebih efektif. Semakin luas permukaan bunga maka semakin banyak pigmen warna bunga yang larut pada proses pelarutan. Pada proses pemotongan bunga tidak dicincang melainkan dipotong kecil-kecil. Setelah bunga dipotong selanjutnya bunga dikeringkan dalam oven untuk mengurangi kadar air yang terkandung. Pengovenan dilakukan pada suhu 50ºC selama 15 menit. Pada suhu tersebut, pigmen bunga tidak berubah sehingga ketika dilarutkan akan menghasilkan warna yang mudah diamati. Apabila pengeringan dilakukan pada suhu lebih besar dari 50ºC maka warna bunga akan berubah karena karakteristik warna bunga awal hilang. Bunga yang sudah kering dimasukkan dalam stoples dan ditambahkan alkohol 70% sampai ± 0,5 cm di atas bunga lalu didiamkan semalam agar pigmen warna bunga larut dalam alkohol. Alkohol 70% sebenarnya merupakan etanol, yang dipilih sebagai pelarut selain dilihat dari sifat polarnya juga dilihat dari aspek ekonomisnya. Etanol lebih mudah didapatkan dan harganya lebih murah dibandingkan dengan jenis alkohol lainnya. Penggunaan pelarut untuk melarutkan bunga digunakan secukupnya karena apabila berlebihan maka larutan yang dihasilkan akan menjadi encer sehingga menyebabkan produk yang dihasilkan kurang baik. Setelah semalam, larutan disaring untuk mendapatkan filtratnya yaitu ekstrak bunga. Ekstrak bunga tersebut merupakan indikator cair. Kemudian indikator cair dituangkan dalam stoples lain dan disimpan dalam kulkas sampai akan digunakan. Cara penggunaan indikator cair yaitu meneteskan indikator tersebut pada larutan yang akan diuji pHnya. Larutan akan memberikan perubahan warna yang kemudian perubahan warna tersebut dicocokkan dengan warna pada trayek pH indikator tersebut. Masing-masing warna pada trayek pH memiliki pH yang berbeda setiap warnanya. Warna larutan yang sama dengan warna pada trayek pH menunjukkan bahwa pH larutan sama dengan pH pada trayek pH indikator tersebut.
indikator alami asam basa
Indikator alami asam dan basa lain yang mudah ditemui yaitu bunga sepatu, bunga Hidrangea, kol merah dan kunyit.
Dengan menggunakan indikator alami tersebut kita akan membuatnya dengan cara dibawah ini:
1. Cara pembuatan indikator alami dari bunga sepatu
Pilihlah beberapa helai mahkota bunga berwarna merah dari bunga
sepatu.
Gerus dalam lumpang dengan sedikit air.
Saring ekstrak mahkota bunga merah tersebut.
Teteskan ekstrak mahkota bunga ke dalam:
- Air suling (netral)
- Larutan cuka (asam)
- Air kapur (basa)
Catat hasil perubahan warna yang terjadi
Indikator asam-basa dari bunga sepatu, ketika didalam larutan asam akan memberikan warna merah, di dalam larutan basa akan memberikan warna hijau dan pada larutan netral tidak berwarna.
2. Cara pembuatan indikator alami dari bunga Hidrangea
Pilihlah beberapa helai mahkota bunga Hidrangea
Gerus dalam lumpang dengan sedikit air.
Saring ekstrak mahkota bunga Hidrangea tersebut.
Teteskan ekstrak mahkota bunga ke dalam:
- Air suling (netral)
- Larutan cuka (asam)
- Air kapur (basa)
Catat hasil perubahan warna yang terjadi Indikator asam-basa dari bunga Hidrangea akan memberikan warna biru ketika didalam larutan asam , di dalam larutan basa akan memberikan warna merah jambu dan pada larutan netral tidak berwarna.
3. Cara pembuatan indikator alami dari kol merah
Haluskan sejumlah kol merah yang masih segar
Rebus selama 10 menit
Biarkan air kol merah menjadi dingin
Saring dalam stoples besar
Teteskan ekstrak kol merah ke dalam:
- Air suling (netral)
- Larutan cuka (asam)
- Air kapur (basa)
Catat hasil perubahan warna yang terjadi Indikator asam-basa dari kol merah akan berubah warna menjadi merah muda bila dicelupkan ke dalam larutan asam, menjadi hijau dalam larutan basa, dan tidak berwarna pada larutan netral.
4. Cara pembuatan indikator alami dari kunyit
Parut kunyit yang telah dibersihkan
Saring ekstrak kunyit dengan alkohol menggunakan kain ke dalam mangkok kecil
Teteskan ekstrak kunyit ke dalam:
- Air suling (netral)
- Larutan cuka (asam)
- Air kapur (basa)
Catat hasil perubahan warna yang terjadi Indikator asam-basa dari kunyit, akan memberikan warna kuning tua ketika dilarutkan dalam larutan asam, memberikan warna jingga di dalam larutan basa dan memberikan warna kuning terang pada larutan netral.
Indikator asam dan basa yang baik yaitu zat warna yang memberikan warna berbeda pada larutan asam dan larutan basa. Nah itulah tadi tulisan saya tentang indikator alamai asam basa. Semoga tulisan Indikator Alami Asam Basa bisa bermanfaat bagi anda yang mencarinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar